Friday, June 10, 2011

Before & After Ronaldo: Nike Soccer

 

Ronaldo has forever changed football with his speed, skill and strength.
He conquered the planet, brought together rival fan crowds and overcame injuries. His legacy inspires the next generation of Brazilian football stars.
And all for one simple pleasure: playing ball.

Entrepreneur Credo's — Thomas Paine

I do not choose to be a common man,
It is my right to be uncommon … if I can,
I seek opportunity … not security.
I do not wish to be a kept citizen.
Humbled and dulled by having the
State look after me.
I want to take the calculated risk;
To dream and to build.
To fail and to succeed.
I refuse to barter incentive for a dole;
I prefer the challenges of life
To the guaranteed existence;
The thrill of fulfillment
To the stale calm of Utopia.
I will not trade freedom for beneficence
Nor my dignity for a handout
I will never cower before any master
Nor bend to any threat.
It is my heritage to stand erect.
Proud and unafraid;
To think and act for myself,
To enjoy the benefit of my creations
And to face the world boldly and say:
This, with God’s help, I have done
All this is what it means
To be an Entrepreneur.

(Excerpt from Common Sense, written in 1776 by Thomas Paine)"


maaf, hanya menyadur.. hanya sekedar membagi inspirasi... :)

Malam Seni Budaya Korea di Yogyakarta


Pertunjukan SAMULNORI

Rabu malam (08/06/11), suasana di halaman Wisma Joglo terlihat cukup meriah. Beberapa orang mahasiswi dengan lemah gemulai mempertunjukkan kebolehannya menari Tari Hansam di hadapan para penonton. Walaupun bukan penari profesional, namun tampaknya mereka cukup piawai membawakan tarian tersebut. Penampilan Tari Hansam menjadi salah satu sajian dalam malam pembukaan “Korean Studies Workshop for Educators” yang diadakan oleh Korea Foundation (KF) bekerjasama dengan Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada (UGM).
Tari Hansam merupakan salah satu tarian tradisional dari Korea yang mengisahkan tentang keanggunan dan kelembutan kaum perempuan. Tari ini adalah tarian khas kerajaan yang biasanya ditarikan oleh para selir raja. Dengan pakaian khas Korea berlengan panjang hingga sampai ke ujung kaki, kibasan dan ayunan para penari itu ternyata mampu memukau hadirin. Para penonton yang datang dalam acara ini adalah para peserta workshop yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia seperti dari Dumai (Riau), Metro (Lampung), bahkan Bau-Bau (Sulawesi Tenggara), dan para peserta dari daerah-daerah di luar Jawa lainnya.
Tari HANSAM, tarian khas kerajaan korea

Kepala Pusat Studi Korea UGM, Dr. Novi Kussuji Indrastuti, M. Hum., mengatakan, “Malam ini merupakan perkenalan terhadap seni budaya Korea, sehingga nantinya masyarakat banyak akan semakin tertarik budaya Korea.” Ia menambahkan bahwa masih banyak pertunjukan seni budaya Korea yang akan ditampilkan, mulai dari yang tradisional sampai yang modern.
Selain Tari Hansam, disajikan pula Samulnori, yaitu permainan dari 4 jenis alat musik khas Korea yang terdiri dari kwenggari, janggu, bukk, dan jing. Alat-alat musik itu biasa dimainkan pada acara-acara festival di Korea Selatan. Bebunyian yang dihasilkan dari alat-alat musik tradisional Korea tersebut menyerupai suara alam yang ada di sekitar manusia. Acara pada malam hari itu dimeriahkan juga oleh penampilan Lee Jin Hwaa, pengajar program studi Bahasa Korea di UGM yang asli berasal dari Korea Selatan. Malam itu Lee Jin Hwaa membacakan puisi berbahasa Korea yang bertemakan tentang kebahagiaan sambil diiringi alunan irama gitar.

Monday, June 6, 2011

1000 Lampion Harapan Meriahkan Perayaan Peh Cun 2011 di Parangtritis




Bantul – Minggu malam (5/6) masyarakat Yogyakarta memenuhi Pantai Parangtritis. Mereka ikut serta dalam menerbangkan lampion yang disebut Lampion Harapan. Acara ini merupakan rangkaian acara Perayaan Peh Cun 2011, dimana pada pagi harinya sudah dimulai dengan acara Festival Perahu Naga di Bendung Tegal, Bantul.
Peh Cun merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan setiap tahunnya. Gutama Fantoni, humas Peh Cun 2011 mengatakan ,” Peh Cun jatuh setiap tanggal lima pada bulan kelima dalam kalender Imlek.” 
Acara di Pantai Parangtritis dimulai sejak pukul enam sore, berbagai macam stand penjual makanan ikut meramaikan suasana. Juga terdapat panggung pertunjukan yang diisi dengan berbagai macam hiburan, diantaranya adalah pertunjukan Barongsai, Tari Pedang dan Pertunjukan Sendratari dengan judul “Kesetiaan Sang Menteri”. Sendratari ini mengisahkan tentang hidup Khut Gwan, seorang Menteri yang sangat dicintai oleh rakyatnya. Hingga akhirnya ia bunuh diri dengan menenggelamkan diri di sungai Mi Lo karena dikhianati oleh rajanya sendiri. Kisah inilah yang menjadi cikal bakal Festival Perahu Naga, karena saat itu rakyat berlomba-lomba mendayung perahu untuk menyelamatkan Khut Gwan yang menyeburkan diri ke sungai setelah tidak dipercaya oleh rajanya. Namun rakyat tidak berhasil menyelamatkan Khut Gwan. Tapi rakyat meyakini bahwa Khut Gwan itu masih hidup di dasar sungai.
Selain acara pertunjukan, juga diadakan pengumuman dan penyerahan piala kepada pemenang Festival Perahu Naga dimana ternyata peserta Tim Dayung Perahu Naga dari Cilacap keluar sebagai juara pertama. Penyerahan piala diberikan langsung oleh Bupati Bantul Hj Sri Suryawidati.
Sekitar pukul sebelas malam, dimulailah acara pelepasan Lampion Harapan dari tepi Pantai Parangtritis. Masyarakat sangat antusias mengikuti acara ini, panitia juga berkeliling untuk membagi-bagikan lampion secara gratis walaupun jumlahnya terbatas.
Sebelum menerbangkan lampion, masyarakat diminta untuk berdoa terlebih dahulu, sehingga kelak doa tersebut akan dibawa bersama lampion.

Festival Perahu Naga membuka Perayaan Peh Cun 2011

Bantul – Sejak pagi hari, masyarakat sudah memenuhi tepian Bendung Tegal, Canden, Jetis, bantul dimana untuk keempat kalinya diadakan Festival Perahu Naga. Acara ini merupakan acara tahunan dalam rangkaian acara Perayaan Peh Cun 2011. Festival Perahu Naga merupakan simbol penyelamatan Khut Gwan yang merupakan Perdana Menteri di Cina yang disukai oleh rakyatnya.
"Festival perahu naga diadakan sebelum perayaan Peh Cuh yang jatuh setiap tanggal lima bulan lima kalender imlek." kata Ketua Pelaksana Perayaan Peh Cun, KMT A Tirtodiprojo di sela-sela acara.
Acara yang dimulai sejak pukul sembilan pagi ini, diikuti oleh 15 tim dayung, sebagian besar berasal dari DIY, namun juga ada peserta yang berasal dari Jepara serta Cilacap. Acara ini dihadiri Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam IX, Bupati Bantul Hj Sri Suryawidati, serta Kepala Dinas Pariwisata Provinsi DIY Tazbir SH Mhum.
Dengan adanya acara ini yang rutin dilakukan setiap tahun, Hj Sri Suryawidati, Bupati Bantul mengatakan bahwa dengan adanya acara ini, bias menjadi tujuan wisata yang baru. “Ke depannya, lomba perahu naga ini bisa diikuti oleh tim-tim dari luar negeri.” tambahnya.
Selama ini, kegiatan tersebut hanya sebatas wilayah DIY dan sekitarnya., namun sudah dimulai wacana untuk diadakan dalam tingkat nasional. “ Dengan menjadikan tujuan wisata baru, kelak akan juga menambah pendapatan daerah.” lanjut Bupati Bantul yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perayaan Peh Cun kali ini.
Ada sedikit perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya pada pelaksanaan acara yang didukung oleh Pemkab Bantul, Dinas Pariwisata Provinsi DIY dan Jogja Chinese Art dan Culture Center Masyarakat Tionghoa Yogyakarta ini. “Jarak lintasan dan jumlah lintasan yang berkurang.” kata KMT A Tirtodiprojo. “ Karena erupsi merapi ternyata juga menyebabkan kedangkalan sungai.” lanjutnya.

Friday, June 3, 2011

Telaga Jonge


Kabupaten Gunungkidul di yogyakarta yang terkenal dengan kekurangan air dan tanah yang kering ini ternyata menyimpan pesona wisata yang taman air yang cukup besar. Diantara bukit-bukit dan pegunungan tersebut, terdapat sebuah telaga yang bernama Telaga Jonge yang terletak di pedukuhan Jonge, Pacarejo, Semanu, Gunungkidul Yogyakarta.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, munculnya telaga jonge berawal dari perjalanan cerita Kyai Jonge, Menurut cerita, dulu Kyai Jonge didampingi oleh enam orang sahabatnya menyusuri pantai selatan dengan menggunakan perahu yang disebut Jung, untuk menyelamatkan diri dari kejaran prajurit Demak. Dalam perjalanan itu, kapal mereka dihantam oleh ombak laut selatan yang memang terkenal ganas. Namun, Kyai Jonge dengan keenam sahabatnya selamat dan terdampar di kawasan sebelah tenggara Gunung Sewu. Tidak jauh dari tempat mereka terdampar itu terdapat pohon Joho Pitu yang rindang, karena itu untuk sementara mereka beristirahat di bawah pohon tersebut untuk melepas lelah. 

Dari penuturan masyarakat, tempat yang dahulu untuk berteduh Kyai Jonge dengan sahabatnya dinamakan Jepitu. Setelah melepas lelah akhirnya Kyai Jonge dan enam sahabatnya berpisah untuk melanjutkan perjalanannya yang belum tentu arah tujuannya. Kyai Jonge berjalan seorang diri dan akhirnya sampai di sebuah hutan di Desa Pacareja.
Masyarakat sekitar menerima kedatangan Kyai Jonge dengan senang hati karena selama menetap di Pacareja menunjukkan tingkah laku yang baik dan suka menolong kepada sesama. Kyai Jonge adalah orang yang sakti, beliau sering menolong tetangga yang membutuhkan pertolongan. Disamping itu beliau mempunyai keahlian dalam bidang pertanian, dengan demikian hidup masyarakat setempat menjadi makmur.
Setelah beliau berusia lanjut akhirnya Kyai Jonge dipanggil Tuhan dengan cara mukswa. Bekas tempat tinggal Kyai Jonge berubah menjadi sebuah telaga besar penuh air yang dapat menghidupi masyarakat. Untuk mengingat jasa beliau, kawasan tadi kemudian dinamakan dukuh Jonge, dan telaga yang menjadi sumber penghidupan masyarakat sampai sekarang dikenal sebagai Telaga Jonge.



Setiap harinya Telaga Jonge sering dikunjungi oleh para pendatang dari luar daerah. Melimpahnya air telaga dengan dikelilingi oleh pepohonan besar membuat orang yang berkunjung merasa betah, karena udaranya yang sejuk. Dalam perkembangannya Telaga Jonge oleh masyarakat sekitar dikelola sebagai objek wisata.
Setiap tahunnya, diadakan upacara adat bersih Telaga Jonge yang mempunyai tujuan antara lain sebagai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya air telaga Jonge yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di sekitarnya.
Tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ini, cukup melakukan perjalanan baik dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi, ke arah Wonosari Yogyakarta. Kemudian setelah sampai di sana, carilah arah menuju dusun Semanu, atau bahkan bisa menanyakan langsung kepada warga sekitar. 

-dj_atee_

Boedi Oetomo dan Transformasi Sosial Budaya


Komunitas Budaya Yogya Semesta, Selasa Wage (31/5), selalu mengadakan kegiatan dialog budaya dan gelar seni. Kali ini, Dalang Ki Catur ‘Benyek’ Kuncoro mementaskan pertunjukan Wayang Republik dengan lakon “Lahirnja Boedi Oetomo” di Bangsal Kepatihan. Acara kali ini merupakan edisi ke-43 yang mengambil tema “Transformasi Sosial Budaya Menuju Kebangkitan Nasional Kedua”.
Tema tersebut berkaitan dengan momen Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh setiap tanggal 20 Mei, untuk menandai hari bersejarah berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo yang merupakan cikal bakal kehidupan keorganisasian di Indonesia. Berdirinya Boedi Oetomo menandai fase baru perjuangan bangsa dalam melawan kolonialisme dimana sebelumnya melalui cara keras seperti berperang dengan strategi gerilya, kini berubah melalui perjuangan berbentuk politik melalui organisasi modern.
Satu abad lebih setelah berdirinya organisasi Boedi Oetomo, hasil yang signifikan dari pergerakan tersebut adalah, status Indonesia yang telah merdeka. Namun, saat ini bila berkaca kepada negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan lainnya, Indonesia masih tertinggal terutama dalam sektor perekonomian. “Indonesia belum mampu melangkah lebih lanjut, masih dalam tahapan ‘kemana harus melangkah’,” kata Hari Dendi, pengasuh Komunitas Budaya Yogya Semesta. “Menurut Soedjatmoko, pembangunan ekonomi juga merupakan penjelmaan perubahan sosial budaya.” tambahnya.
Banyak cara yang bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan transformasi sosial budaya, terutama dalam rangka tetap menyalakan semangat Boedi Oetomo dalam membangun Indonesia menjadi lebih baik. “Berani melakukan transformasi paradigma ataupun pemikiran-pemikiran dalam hidup sosial kemasyarakatan.” ujar Prof. Wihana Kirana Jaya, MSocSc, Ph. D. Ia menyampaikan bahwa, kehidupan masyarakat Indonesia sangat unik. Hal ini dikarenakan banyaknya keanekaragaman. Sehingga juga mengakibatkan banyaknya pemikiran atau norma-norma yang berlaku, yang biasanya disebut dengan istilah kearifan lokal. “Bila kita mampu memadukan teori atau pengetahuan yang ada dengan paradigma lokal, transformasi sosial budaya akan berjalan.” tambah Guru Besar FEB-UGM ini. **(Indra jati prasetiyo)