Friday, June 3, 2011

Boedi Oetomo dan Transformasi Sosial Budaya


Komunitas Budaya Yogya Semesta, Selasa Wage (31/5), selalu mengadakan kegiatan dialog budaya dan gelar seni. Kali ini, Dalang Ki Catur ‘Benyek’ Kuncoro mementaskan pertunjukan Wayang Republik dengan lakon “Lahirnja Boedi Oetomo” di Bangsal Kepatihan. Acara kali ini merupakan edisi ke-43 yang mengambil tema “Transformasi Sosial Budaya Menuju Kebangkitan Nasional Kedua”.
Tema tersebut berkaitan dengan momen Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh setiap tanggal 20 Mei, untuk menandai hari bersejarah berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo yang merupakan cikal bakal kehidupan keorganisasian di Indonesia. Berdirinya Boedi Oetomo menandai fase baru perjuangan bangsa dalam melawan kolonialisme dimana sebelumnya melalui cara keras seperti berperang dengan strategi gerilya, kini berubah melalui perjuangan berbentuk politik melalui organisasi modern.
Satu abad lebih setelah berdirinya organisasi Boedi Oetomo, hasil yang signifikan dari pergerakan tersebut adalah, status Indonesia yang telah merdeka. Namun, saat ini bila berkaca kepada negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan lainnya, Indonesia masih tertinggal terutama dalam sektor perekonomian. “Indonesia belum mampu melangkah lebih lanjut, masih dalam tahapan ‘kemana harus melangkah’,” kata Hari Dendi, pengasuh Komunitas Budaya Yogya Semesta. “Menurut Soedjatmoko, pembangunan ekonomi juga merupakan penjelmaan perubahan sosial budaya.” tambahnya.
Banyak cara yang bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan transformasi sosial budaya, terutama dalam rangka tetap menyalakan semangat Boedi Oetomo dalam membangun Indonesia menjadi lebih baik. “Berani melakukan transformasi paradigma ataupun pemikiran-pemikiran dalam hidup sosial kemasyarakatan.” ujar Prof. Wihana Kirana Jaya, MSocSc, Ph. D. Ia menyampaikan bahwa, kehidupan masyarakat Indonesia sangat unik. Hal ini dikarenakan banyaknya keanekaragaman. Sehingga juga mengakibatkan banyaknya pemikiran atau norma-norma yang berlaku, yang biasanya disebut dengan istilah kearifan lokal. “Bila kita mampu memadukan teori atau pengetahuan yang ada dengan paradigma lokal, transformasi sosial budaya akan berjalan.” tambah Guru Besar FEB-UGM ini. **(Indra jati prasetiyo)

No comments:

Post a Comment